Oleh : Nafisa Az Zahra
(Peserta Magang di JJ Stable)
Kuda merupakan salah satu golongan ternak di masyarakat dengan populasi yang sangat minim.
Padahal kuda dapat dijadikan sebagai sumber pangan, alat transportasi, olahraga atau rekreasi, dan
digunakan untuk perang ketika memang benar-benar dibutuhkan. Selain itu, kuda juga dapat
dimanfaatkan sebagai pertunjukan seni tradisional yaitu jaranan kencak yang terdapat di beberapa
daerah seperti Pasruan, Jember, Sumenep, dan Banyuwangi.
Kuda adalah ternak herbivora yang memiliki sistem cerna tidak efektif. Hal itu disebabkan
karena kuda melakukan fermentasi dengan mikroba di usus besar. Dan nantinya feses padat akan keluar
sebanyak 10-15 kali dalam sehari dan tidak terserap oleh alas tidur kuda. Sanitasi dalam pemeliharaan
kuda sangat penting demi menjaga kesehatan kaki kuda. Kaki kuda merupakan asset yang sangat
penting bagi kuda karena hamper semua kegunaan kuda dilihat dari kekuatan kakinya. Sanitasi yang
buruk juga beresiko menurunkan kualitas lingkungan dan memicu adanya infeksi penyakit.
Infeksi akan mudah menyerang kuda apabila sanitasi tidak dijaga dengan baik, contohnya infeksi
endoparasit cacing atau helminthiasis. Walaupun tidak memiliki angka kematian yang tinggi, namun
memiliki efek pada produktivitas peternakan dan dampak zoonosis heminthiasis terhadap Kesehatan
masyarakat yang besar. Penyakit ini banyak dipengaruhi oleh temperatur, iklim, dan sinar matahari.
Diagnosa infeksi parasit cacing pada ternak dapat dilakukan melalui pemeriksaan feses untuk
mengidentifikasi jenis dan derajat infeksi parasit cacing serta penggunaan antelmintika yang tepat.
Tujuan pemeriksaan feses juga sebagai upaya penanganan kasus zoonosis dari helminthiasis agar dapat
dikendalikan dengan memutus siklus hidup parasit.
Dalam (Chaerunissa dkk, 2019), dilakukan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif yang
dilaksanakan pada bulan September 2018. Sampel yang digunakan berasal dari Kuda Sandel, Kuda
Jawa, dan Kuda Persilangan Sandel. Sampel feses yang didapatkan kemudian diletakkan ke dalam pot
sampel yang berisikan larutan Alkohol 70%. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan feses dengan metode
Natif sederhana dan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
Kemudian ditemukan positif larva cacing pada satu kuda berjenis sandel yang memiliki tingkat
prevalensi infeksi helminthiasis rendah. Tingkat prevalensi infeksi helminthiasis rendah disebabkan
karena kuda berumur lebih dari 4 tahun dan memiliki imun yang lebih baik. Hasilnya terdapat cacing
yang memiliki morfologi seperti cacing dari filum nematoda yaitu transparan, tubuh dilapisi kutikula
dengan ekor yang runcing.
Dampak dari adanya cacing tersebut adalah adanya infeksi pada usus besar kuda dan dapat
menyebabkan penyakit mulai dari yang ringan hingga kematian mendadak. Kuda terinfeksi karena
memakan rumput yang tercemar telur, larva infektif, atau penetrasi melalui kulit oleh larva infektif.
Dampak dari infeksi cacing nematoda gastro intestinal sangat besar yaitu produktivitas kerja yang
menurun karena dapat menyebabkan kelemahan, kehilangan berat badan, kolik, nafsu makan hilang,
diare bahkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Chaerunissa, N. A., Oktaviana, V., Sunarso, A., Yudhana, A., dan Kusnoto. 2019. Deteksi
Helminthiasis pada Kuda di Kelompok Kesenian Jaran Kencak Desa Patoman, Banyuwangi.
Jurnal Medik Veteriner. 2(2): 96-100
Baca Juga : Tempat Kursus Berkuda Jogja