Di balik gemuruh kuda yang melesat di lintasan berpasir Johnsto Stable, Desa Karanglo, Kecamatan Klaten Selatan, ada semangat yang tak mengenal usia. Kompetisi ini bukan hanya milik para dewasa—anak-anak pun turut ambil bagian, dengan keberanian yang tak kalah dari para seniornya.
Dalam ajang ini, peserta termuda yang ikut serta baru berusia 8 tahun, sementara yang tertua mencapai 44 tahun. “Kita hanya membedakan dua kategori, yaitu junior dan senior. Bagi mereka yang berusia di bawah 16 tahun masuk kategori junior, sedangkan yang di atas 16 tahun masuk kategori senior,” terang Ahmad dengan bangga.
Panorama lintasan berubah menjadi medan laga yang seru dan menggetarkan, di mana para penunggang cilik dan dewasa sama-sama menantang diri untuk menaklukkan kombinasi unik antara kecepatan kuda dan ketepatan panah. Lintasan yang menantang, dipadukan dengan keberanian para atlet muda, menambah warna tersendiri dalam kompetisi ini, menunjukkan bahwa semangat juang tak memandang umur.
Dari wajah-wajah yang antusias hingga sorak sorai penonton yang mendukung, suasana kompetisi ini seolah menghidupkan kembali semangat pahlawan masa lalu—kecil maupun besar, semuanya berlaga dengan tekad yang membara. Ajang ini bukan hanya soal menang atau kalah, melainkan perjalanan untuk menggali potensi diri, sejak usia muda hingga dewasa.
Siang itu, ajang INL Horseback Archery memanas dengan persaingan sengit di tiga kategori utama: masahee, serial shoot, dan qabaq. Pada kategori masahee, peserta dihadapkan pada tantangan memanah tiga target berukuran 20-60 dengan jarak 99 meter. Seperti pahlawan di medan laga, mereka harus membidik sasaran dengan ketepatan tinggi, tak peduli seberapa cepat kuda mereka berlari.
“Serial shoot mengharuskan peserta memanah tiga sasaran yang dipasang di berbagai arah: depan, samping, dan belakang,” jelas Akhmad, menggambarkan kesulitan yang harus dihadapi para pemanah.
Di kategori qabaq, tantangannya semakin unik. Peserta harus memanah dua sasaran—satu di atas dan satu di bawah. Akhmad menjelaskan bahwa dalam tradisi Turki, sasaran di atas melambangkan burung, sedangkan yang di bawah melambangkan harimau. Dengan demikian, tiap anak panah yang dilepaskan mengandung makna, seolah-olah menghidupkan kembali perburuan yang penuh keberanian dan ketangkasan.
Dalam ajang ini, dua komunitas besar panah berkuda—KPBI dan Perdana—turut dilibatkan. Kompetisi ini dibagi menjadi dua seri: seri pertama yang digelar sore itu menggunakan aturan dari World Horseback Archery Federation (WHAF), sementara seri kedua mengikuti panduan dari International Horseback Archery Alliance (IHAA).
Akhmad menambahkan bahwa kompetisi ini tidak hanya bertujuan untuk mengasah kemampuan para atlet, tetapi juga untuk mempererat kerjasama antarorganisasi. “Setiap dua tahun, WHAF mengadakan kejuaraan dunia, dan Alhamdulillah, Indonesia selalu berhasil lolos hingga level Piala Dunia,” katanya dengan bangga. “Kegiatan ini adalah ajang untuk meningkatkan kemampuan atlet kami agar dapat bersaing di tingkat internasional,” tambahnya lagi.
Saat ini, tercatat ada sekitar 600 atlet panah berkuda di Indonesia, dan popularitas olahraga ini terus meningkat setiap tahunnya. Pesona dan tantangannya tak hanya memikat atlet dalam negeri, tetapi juga menarik perhatian dari luar negeri. Seorang peserta asal Thailand, Abdullah, mengaku terkesan dengan bakat para atlet Indonesia dan memutuskan untuk mengirimkan empat atlet dari negaranya untuk berkompetisi di seluruh kategori.
“Event ini sangat serius dan besar. Banyak pemain kuat di sini, jadi ini kesempatan bagus bagi kami untuk berlatih dan meningkatkan kemampuan,” ujarnya. “Kami sudah mempersiapkan diri sejak satu bulan sebelum berangkat, dengan latihan intensif dan seleksi tim, supaya bisa tampil maksimal di sini,” tambahnya dengan penuh semangat.
Ajang ini juga mendapat sambutan hangat dari Pemerintah Kabupaten Klaten. Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten, Sri Nugroho, mengungkapkan bahwa panah berkuda adalah potensi besar yang akan terus dikembangkan.
“Kami sangat mengapresiasi ajang ini, karena panah berkuda bukan hanya olahraga, tetapi juga bagian dari tradisi lokal kita yang luar biasa. Ini adalah potensi yang perlu digali lebih dalam di Klaten,” katanya.
Nugroho berharap ke depannya akan terjalin lebih banyak kerjasama antara Pemkab Klaten dengan organisasi panah berkuda untuk semakin memajukan kegiatan ini di Kabupaten Bersinar. Dengan dukungan yang tepat, bukan tidak mungkin Klaten akan menjadi pusat panah berkuda yang menginspirasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.